YAI WAHID: SANG REFORMIS KELAS WAHID

Oleh: Irham Muktafi

YAI WAHID: SANG REFORMIS KELAS WAHID

Oleh: Irham Muktafi

Coretan Fadwa- Sebagai santri, ada baiknya kita mengenal dan mengetahui kisah hidup guru-guru dan kyai kita, supaya kita dapat mengambil pelajaran dan meneladani mereka. Terlebih bila guru kita adalah orang sekaliber KH. Abdul Wahid Zuhdi. Dalam sajak kuatren gramatikal yang dibuat dalam rangka memperingati haul beliau, Kyai Shokhi Asyhadi mendeskripsikan guru kita tersebut sebagai orang yang cerdas, wara’, zuhud, dan selaksa perumpamaan lain yang menggambarkan bahwa beliau adalah satu dari segelintir manusia-manusia agung yang pernah singgah di muka bumi ini. Namun, bagi saya, ada beberapa hal, meliputi kelebihan beliau, yang luput disebutkan -meski sedikit disinggung- dalam sajak empat seuntai karya pakar yurisprudensi islam jebolan pesantren kita itu, yang menjadi pokok bahasan dalam artikel ini.

Reformis Andal

Jika di Nusantara ada KH. Abdurrahman Wahid, maka di Ngangkruk ada Yai Wahid. Selain nama, keduanya juga memiliki kesamaan dalam paradigma. Jika Gus Dur -sapaan akrab KH. Abdurrahman Wahid- adalah reformis plural, maka Yai Wahid adalah seorang reformis andal. Hanya berbeda lingkup. Gus Dur di bidang politik dan tata negara, Yai Wahid dalam sisi sainstik dan didaktika. Itu terbukti sejak beliau merancang kurikulum pendidikan pada pesantren mertuanya; Al-Ma’ruf  Bandungsari. Lewat inovasi program “40 Hari” yang beliau cetuskan, hingga kini belum ada seorang pun dari santri maupun kolega yang mampu membuat rancangan yang dapat menandingi keefeisiensian dan efektifitas buah pemikiran beliau itu. Bahkan, boleh dikata, program tersebut mencapai supremasi dalam kemajuan sebuah kurikulum. Dengan begitu, tak perlu diragukan lagi ketajaman intelektual beliau yang sangat jitu dalam mengikis degradasi moral dan kualitas santri saat ini.

Saya sendiri menyaksikan bagaimana program tersebut secara praktikal menjadi resurjensi, titik balik, di bidang pengembangan dan pemaksimalan kegiatan belajar mengajar. Selama beberapa tahun saya menimba ilmu, pengaplikasian dari buah pemikiran beliau mengantarkan pesantren kita menjadi salah satu pesantren yang paling disegani di region Pulau Jawa-Madura. Entah dari segi kurikuler maupun ekstrakurikuler. Intinya, berkat beliaulah kita bisa seperti sekarang, meski ada banyak  faktor lain yang tak boleh diabaikan. Namun tetap saja beliaulah penggagas pertama kemajuan signifikan pada pesantren kita ini. Dan rasanya tidaklah berlebihan bila saya menjuluki beliau sebagai “Reformis Andal”.

Pakar Diplomasi

Hal kedua yang tak banyak disadari orang-orang adalah; beliau memiliki kemampuan berargumen yang mengagumkan. Hampir bisa dipastikan, beliau selalu memenangkan sebuah perdebatan ilmiah dalam forum-forum diskusi antar-santri maupun kyai. Seringkali dalam ceramahnya beliau menggunakan kata-kata yang jelas dan ringan, namun tak jarang pula beliau mengeluarkan sebuah pernyataan yang penuh majaz dan kiasan. Beliau juga dapat selalu mengimbangi lawan bicaranya. Dan persoalan hampir semua bidang dikuasai oleh beliau. Jika beliau berbincang dengan seorang petani, misalkan, maka topik pembahasannya tidak akan jauh-jauh dari masalah pertanian. Sehingga, pendengar menemukan sebuah kenyamanan tersendiri saat beradu kata dengan Yai Wahid. Banyak kolega maupun kenalan beliau yang sekali bertamu betah berbincang hingga semalaman. Dan mereka tidak kapok untuk berkunjung lagi pada lain hari. Pendek kata, untuk urusan public speaking beliaulah ahlinya.

Visioner Sejati

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, visioner berarti orang yang memiliki pandangan atau wawasan ke depan. Kurang lebih, begitulah salah satu sifat Yai Wahid. Dari sekian banyak kisah dan cerita yang beredar, sebagian besar menunjukkan bahwa memang demikian kepribadian beliau. Jika kita mau mengamati dan meneliti cerita-cerita itu sedikit saja, maka kita akan menemukan sebuah kesimpulan tentang bagaimana beliau menyelipkan harapan yang besar dan jauh ke depan kepada para santri. Dan, beliau tak main-main melakukan “kerja nyata” dalam perwujudan segala cita-cita besarnya.

Satu contoh, Yai Wahid, seperti yang telah disebutkan di atas, adalah orang yang sangat gemar berdiskusi. Beliau ingin para santrinya juga mahir dalam bermusyawarah. Langkah awal yang beliau lakukan untuk mewujudkannya adalah dengan mengirim sekelompok santrinya ke pesantren lain guna mempelajari tutorial dan tatacara musyawarah. Bahkan, beliau sampai membuat lobi khusus pada pesantren milik kawan dan kyai lain kenalan beliau supaya mengundang delegasi dari pesantren kita ini ke acara Bahtsul Masa’il mereka. Bukan main usaha beliau dalam merintis dan memunculkan kader-kader penerus beliau yang pilih tanding. Hasilnya pun tak mengkhianati usaha. Terbukti, dari sekian banyak santri beliau, ada beberapa yang mampu bersaing dengan santri-santri unggulan pondok ternama. Mudahnya, beliau adalah visioner sejati, yang bukan hanya mempunyai keinginan, namun juga ada visibilitas pada usaha perwujudan cita-citanya.

Sastrawan Hebat

Ini hal terakhir yang bisa saya sampaikan. Yai Wahid adalah seorang penulis yang begitu produktif. Karya-karyanya mencakup hampir di semua sendi-sendi krusial disiplin ilmu. Baik tentang gramatika maupun tentang matematika. Tulisannya pun runtut dan enak dibaca. Ketika beliau menulis sebuah kitab ringkasan, maka kitab itu benar-benar ringkas dan hanya membahas poin-poin penting. Jadi selain produktif, beliau juga menerapkan disiplin tinggi dalam menulis. 

Beliau memiliki sebuah magnum opus, karya monumental, bernama “Mandlumah fi ‘Ilmi an Nahwi”, yang terdiri dari 88 bait nadzam. Hebatnya, dalam kitab seminimalis itu beliau dapat meringkas hampir seluruh poin inti ilmu nahwu. Ini menunjukkan betapa beliau memiliki IQ setinggi langit. Bukan mudah, -bahkan untuk pengarang kitab termasyhur pun- membuat sebuah kitab yang benar-benar ‘ringan’, mudah dipahami, dan terpenting; efektif buat pemula.

Kesimpulan

Pembaca yang budiman, tulisan di atas merupakan sebagian kecil dari banyak kelebihan dan keagungan Yai Wahid. Pelajaran yang dapat saya ambil adalah; bagaimana usaha kita, sebagai penerus agar dapat mencontoh dan meniru beliau. Susah memang. Tapi, apabila kita melakukan sesuatu berdasar rasa senang hati dan kecintaan yang mendalam, tak adalah kata mustahil bagi kita. Maka dari itu, mari kita tumbuhkan kecintaan pada guru-guru kita khususnya, dan pada ulama’ umumnya. Karena kita bukanlah siapa-siapa tanpa mereka. Hal ini sesuai dengan pepatah Arab yang pernah disitir oleh Syaikhina KH. Habibul Huda, “Laula al ‘ulama’, lakaana an naasu kal baha’im”. Jikalaulah tidak karena ulama’, mestilah manusia hidup seperti hewan ternak.

***

Saat tulisan ini dibuat, genap 13 tahun sudah Yai Wahid meninggalkan dunia. Seperti lazimnya orang yang ‘alim, usia beliau tidaklah panjang, namun dipenuhi dengan kebaikan. Dan tulisan ini dibuat berdasar rasa kagum dan takjub secara bersamaan. Oleh salah seorang santri yang sedang menimba ilmu di pesantren rintisan beliau setahun sebelum kepergiannya. Karena penulis menyadari banyak hal besar dari beliau yang tak diketahui banyak orang. Penulis berharap tulisan ini dapat membuka mata santri akan keluhuran beliau. Sehingga rasa takzim dan cinta kepada beliau semakin bertambah tebal.

Populer

Jadwal Ngaji Ramadhan 1442 H. Pondok Pesantren Fadllul Wahid
PUISI MAHA CAHAYA
RONA KARMA ROMA
Pentingnya Tabayyun Di Zaman Now
Ahlaq Santri Untuk Negri

Comments

There are 1 comments on this post

  • avatar
    Reply
    Wong sobo
    07 Sep, 2021 - 00:01
    رب فانفعنا ببركتهم واهدنا الحسنى بحرمتهم وامتنا على طريقتهم ومعافاة من الفتن.

Leave A Comment