URGENSI SANAD | Seberapa pentingkah sanad bagi kita
Seberapa pentingkah sanad bagi kita semua, sebagai seorang penuntut ilmu, sebagai seorang mudarris (guru), atau sebagai seseorang yang memeluk agama islam secara umum?. Imam Abu Ali Al Jizani berkata:
“قد خص الله هذه الأمة بثلاثة أشياء : الإسناد، والأنساب، والإعراب”
Alloh mengistimewakan Umat ini (Umat Islam) dengan tiga perkara: sanad, nasab, dan i’rob.
Sanad
Sanad (ilmu sanad) adalah sebuah disiplin ilmu yang membahas tentang riwayat, kemudian cara tahammulnya (mendapatkannya), dan cara penyampaiannya, mulai dari perowi terakhir, sampai perowi yang pertama.
Riwayat ini meliputi periwayatan Al Qur’an, Hadits Nabawi, dan semua kitab-kitab yang lain, baik itu tafsir Qur’an, tafsir hadits, kitab fiqih, atau kitab-kitab dari disiplin ilmu yang lain.
Lalu mengapa sanad bisa menjadi salah satu dari keistimewaan Umat Islam? Karena memang Alloh SWT tidak memberikan sanad ini kepada umat-umat sebelum Islam, baik itu Nasrani, Yahudi, atau yang lain. Sehingga tidak mengherankan jika setelah wafatnya Nabi Musa As, dan diangkatnya Nabi ‘Isa As, Kitab Taurot dan Injil mengalami distorsi (perubahan) atau Tahrif (penyelewengan). Hal ini dapat kita buktikan dari apa yang telah disampaikan oleh pendeta-pendeta atau penginjil-penginjil yang telah memeluk agama islam, bahkan Alloh SWT sendiri telah menyebutkan perihal pentahrifan ini dalam beberapa Ayat Al Qur’an, diantaranya firman Alloh dalam Surat Ali ‘Imron Ayat 78:
وإن منهم لفريقا يلوون ألسنتهم بالكتاب لتحسبوه من الكتاب وما هو من الكتاب ويقولون هو من عند الله وما هو من عند الله ويقولون على الله الكذب وهم يعلمون.
Dan sungguh di antara mereka niscaya ada segolongan yang memutar-balikkan lidahnya membaca kitab, agar kamu menyangka (yang mereka baca) itu sebagian dari kitab, padahal itu bukan dari kitab, dan mereka berkata “itu dari Alloh” padahal itu bukan dari Alloh. Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Alloh, padahal mereka mengetahui.
Ayat ini menunjukkan bahwa Alloh SWT tidak menjamin Kitab-Kitab Suci umat sebelum islam selamat dari penyelewengan atau perubahan, seperti yang telah dilakukan oleh pendeta-pendeta Yahudi atau Nasrani, dan Alloh SWT juga tidak menjamin keaslian Kitab-Kitab tersebut. Berbeda halnya dengan Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang mana Alloh berjanji akan senantiasa menjaganya, Alloh berfirman dalam Al Qu’an Surat Al Hijr Ayat 9:
إنا نحن نزلنا الذكر وإنا له لحافظون
Sesungguhnya kamilah yang menurunkan Al Qur’an, dan kami (pula)lah yang akan memeliharanya.
Ayat ini menunjukkan bahwa Alloh SWT menjamin Kitab Suci Al Qur’an selamat dari penyelewengan dan perubahan-perubahan yang dilakukan oleh tangan manusia, sampai nanti pada waktunya di akhir zaman Alloh mengambil Al Qur’an dari hati mereka, seperti yang telah disebutkan dalam kitab fiqih tahawwulat.
Pentahrifan Kitab-Kitab suci sebelum islam juga termaktub dalam Surat An Nisaa Ayat 46:
من الذين هادوا يحرفون الكلم عن مواضعه ويقولون سمعنا وعصينا واسمع غير مسمع وراعنا ليا بألسنتهم وطعنا في الدين. الآية
(Yaitu) di antara orang-orang Yahudi, yang merubah perkatan-perkataan dari tempatnya, dan mereka berkata “kami mendengar, tapi kami tidak mau menurutinya”, dan (mereka mengatakan pula) “dengarlah” sedang (engkau Muhammad) tidak mendengar apapun, dan mereka mengatakan “ro’inan (perhatikan kami)” dengan memutar-balikkan lidahnya, dan mencela agama.
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa sanad adalah hal yang urgen dalam islam, yang dengannya Alloh SWT menjaga kemurnian Al Qur’an dari pendistorsian, artinya dengan perantara sanad inilah kemurnian Al Qur’an dapat terjaga. Dan dengan sanad ini pula, kita sebagai pemeluk agama islam dapat berdiri tegak menyuarakan keyakinan yang kita ikuti dengan tegas dan lantang, tanpa ada keraguan jika suatu saat timbul pertanyaan “dari mana engkau mendapatkan agamamu?”, “dari mana engakau belajar Al Qur’an? apakah bacaannya memang seperti itu? apakah tafsirnya seperti itu? apakah kalimatnya memang seperti itu?”. Dengan sanad kita dapat berkata “kita mendapatkan agama, dan belajar Al Qur’an dari kyai Fulan, Kyai Fulan dari Si Fulan, dari si fulan, dari si fulan, terus menerus sampai kepada Rosululloh SAW, Rosululloh dari Malaikat Jibril, dan Jibril dari Alloh SWT.
Imam Muslim berkata menyoal tentang pentingnya sanad ini dalam muqoddimah Shohih muslim, menukil perkataan dari Abdulloh bin Mubarrok:
"الإسناد من الدين، فلولا الإسناد لقال من شاء ما شاء"
Sanad termasuk bagian dari agama, andai tidak ada sanad, niscaya siapapun orang yang berkehendak dapat berbicara semaunya.
Bahkan Sayyidina Umar bin Hottob di masa kehalifahannya memberikan ketuntuan tegas bagi seseoran yang hendak menyampaikan Hadits Rosululloh SAW, mereka yang hendak menyampaikan hadits harus melakukan sumpah terlebih dahulu atas nama Tuhan; hal ini dilakukan untuk memperingatkan kaum muslimin yang tidak tsiqoh (terpercaya) agar tidak sembarangan menisbatkan perkataan kepada Rosululloh SAW.
Dan kita sebagai umat islam patut bersyukur; karena Al Qur’an yang menjadi pedoman umat islam, seluruh periwayatannya bersambung sampai kepada Rosululloh SAW, bahkan periwayatannya mutawatir (diriwayatkan banyak orang) dari mulai sahabat sampai ke tangan kita ini.
Nasab
Nasab/garis keturunan juga merupakan salah satu keistimewaan yang hanya diberikan kepada umat islam saja. Hal ini lantaran nasab tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang penting dalam agama-agama sebelum islam. Beda halnya dengan islam yang menjadikan nasab sebagai suatu hal yang urgen dalam keyakinannya, hal ini terbukti dengan adanya keterikatan yang sangat erat antara nasab dan berbagai hukum islam, di antaranya:
- Permasalahan Bagi Warisan.
Dalam hukum fiqih, harta tarikah (warisan) tidak boleh dibagikan sebelum status pewaris menjadi jelas, artinya sudah terbukti bahwa sang pewaris memang benar-benar merupakan ahli wari dari si mayit dari segi nasabnya. - Fikih Nikah.
Seorang perempuan sah untuk dinikahkan jika sudah jelas siapa ayahnya atau walinya. Jika tidak jelas siapa ayahnya, maka perwalian diserahkan kepada wali hakim, dan itu pun dengan berbagai persyaratan yang tidak mudah. - Imamatul Udhma.
Dalam hukum fikih, seseorang yang berhak menjadi pemimpin tertinggi umat islam adalah orang Quraish, artinya orang-orang keturunan suku Quraish. Bahkan sahabat-sahabat anshor yang notabenenya adalah orang-orang pilihan tidak sah menjadi pemimpin. Dan untuk mengetahui kequraishan seseorang itu hanya dapat tercapai dengan perantara mengetahui nasab. Sehingga tidak mengherankan jika di Negara-negara Timur Tengah sampai saat ini, masih sangat memperdulikan permasalahan nasab ini, sampai muncul istilah kabilah-kabilah, seperti kabilah Al Habsyi, Al Haddad, dll. - Permasalahan Ashobah ‘Aaqilah dalam bab Jinayat.
Seseorang yang membunuh orang lain tanpa sengaja, seperti menabrak seseorang hingga tewas tanpa sengaja, itu dalam istilah fiqih dinamakan Qotl Hoto’ (pembunuhan tanpa sengaja). Baginya wajib membayar 100 onta, namun kewajiban tersebut tidak dibebankan hanya kepadanya, melainkan juga kepada ‘Ashobah Aqilahnya (kerabat nasabnya yang laki-laki).
I'rob
Yang terakhir dari keistimewaan yang diberikan kepada umat islam adalah I’rob. Sama seperti halnya sanad, I’rob juga berfungsi sebagai penjaga kemurnian syariat islam yang berasal dari Rosululloh SAW, dan dari Alloh SWT. Dengan I’rob kalimat-kalimat, dan lafadz-lafadz yang terdapat dalam Al Qur’an tidak terjadi kontradiksi antara satu riwayat dengan riwayat yang lain. Namun hal ini terlepas dari perhilafan Ulama’ tentan periwayatan qiroah sab’ah atau qiroah yang lain.
Kemudian apa yang disebut dengan ilmu I’rob itu? Ilmu I’rob adalah ilmu yang membahas tentang lafadz-lafadz wahyu yang diturunkan kepada Rosululloh SAW. Yang dalam hal ini berarti I’rob terhusus membahas lugot Arobiyyah (bahasa Arab). Sehingga tidak mengherankan jika ada sebagian Ulama’ yang berkata: “اللغة العربية من الدين” “Bahasa Arab termasuk bagian dari agama”. Artinya mempelajari bahasa arab termasuk dari mempelajari ilmu agama; hal ini lantaran mempelajari Al Qur’an dan hadits hukumnya wajib, sementara Al Qur’an dan hadits diturunkan oleh Alloh SWT dengan menggunakan bahasa Arab, sehingga mempelajari ilmu nahwu dan ilmu lgot yang lain hukumnya menjadi wajib pula.
Maka mempelajari ilmu i’rob sangatlah penting bagi umat islam, sama seperti pentingnya sanad bagi mereka, tanpa keduanya seseorang dapat dengan mudah terombang-ambing olah tipu daya kaum-kaum pembenci islam yang terus menerus berupaya melepaskan kita dari ajaran islam.
Contoh sederhana: dalam Al Qur’an terdapat susunan kalimat “يحرفون الكلم عن مواضعه”, secara kaedah nahwu mungkin susunan kalimat tersebut kurang tepat, karena terdapat dhomir mufrod mudzakkar ghoib yakni pada lafadz “مواضعه” yang kembali pada lafadz “الكلم”, sementara lafadz “الكلم” adalah sigot jamak (berarti banyak) dari mufrod “الكلمة”, dan “الكلمة” adalah lafadz muannas yang ketika ada dhomir kembali kepadanya harus dimuanaskan, begitu juga dengan lafadz “الكلم”, dhomir yang kembali pada lafadz ini harus dimuanaskan; disamping asal pengambilan lafadz tersebut bermula dari kalimat muanas, juga terdapat kaedah “كل جمع مؤنث” “setiap kalimat jamak hukumnya muannas”, sehingga sayogyanya secara nahwu dhomir yang kembali kepada lafadz “الكلم” harus dimuanaskan, maka pada contoh di atas semestinya bukan “مواضعه”, melainkan “مواضعها”. Hal yang sama terjadi pada susunan kalimat “إليه يصعد الكلم الطيب” dalam Surat Fathir Ayat 10.
Secara kaedah ilmu nahwu susunan kalimat tersebut tersebut kurang tepat; karena lafadz “الطيب” menggunakan sigot mudzakar, padahal lafadz tersebut merupakan naat atau sifat dari “الكلم”, sementara lafadz “الكلم” merupakan kalimat yang dihukumi muaanas seperti yang telah disebutkan di atas, maka secara kaedah nahwu semestinya menggunakan sigot “الطيبة” sebagai ganti dari “الطيب”.
Dengan keterangan seperti ini, mungkin ketika ada seorang yang terlihat pintar, lalu menyuarakan kesalahan kalimat Qur’an seperti di atas kepada masyarakat awam, maka mereka akan dengan mudah menerima berita tersebut. Maka disinilah pentingnya sanad bagi kaum muslimin, disamping belajar nahwu juga sangat penting; karena dengan sanad kita dapat kepastian kalau semua kalimat yang terdapat dalam Al Qur’an semuanya benar.
Semua kalimat Al Qur’an yang ada saat ini, sampai kepada kita melalui perantara generasi sebelumnya, generasi sebelumnya dari generasi sebelumnya, dari generasi sebelumnya, terus-menerus sampai kepada Rosululloh SAW, dan periwayatan tersebut telah disepakati keasliannya oleh semua Ulama’ dari zaman dahulu hingga sekarang, ditambah lagi jaminan Alloh SWT tentang kemurnian Al Qur’an seperti keterangan yang telah tersebut di atas. Dan juga kalau ditelaah lebih dalam, sebenarnya tidak ada kesalahan dalam susunan kalimat Al Qur’an di atas; karena lafadz “الكلم” di atas (menurut Ulama’ Mufassirin yang riwayat pentafsirannya juga bersanad) dinisbatkan kepada Alloh, artinya “al kalimu” tersebut mempunyai arti “kalam Alloh”, sementara kalam Alloh tidak berstatus mudzakkar atau muannas, sehingga “الكلم” dikembalikan pada redaksi awal yakni mudzakkar.
Disampaikan oleh Romo KH. Habibul Huda bin Najid dalam acara reuni ISTAFADA (Ikatan Santri Dan Forum Alumni Yai Wahid Demak) yang diselanggarakan di Kec. Dempet, Kab. Demak 11 Syawal 1439 H.
Tambahkan Komentar Baru