Klaim Bertemu Rasul Muhammad ﷺ

Klaim Bertemu Rasul Muhammad ﷺ
oleh: M. Minanur Rohman
Di balik fenomena menjamurnya tokoh-tokoh dadakan membawa pengakuan untuk mempengaruhi masyarakat. Biasanya, dalam rangka mencari jamaah maupun pengakuan, orang-orang yang mengaku sufi, wali, atau orang keramat tersebut akan mengaku pernah bertemu dengan syaikh ini atau itu, atau bahkan mengaku bertemu nabi, baik dalam mimpi atau dalam kenyataan.
Membicarakan mimpi melihat nabi, terlebih bertemu nabi dalam keadaan sadar pada masa ini, tentu menimbulkan tanda tanya. Secara rasional ini adalah hal yang musykil. Toh secara fisik, nabi sudah wafat sejak tahun 11 Hijriyah. Lantas, apakah klaim tersebut sesuai dengan syariat?.
Syaikh Ibnu al-’Arabi al-Maliki dalam At-Thuruqus Shahihah fi Fahmis Sunnatin Nabawiyah menyebut bahwa bertemu nabi itu setidaknya terbangun dari beberapa redaksi hadits shahih.
أنّ أحاديث الرؤية تتكون من أربعة ألفاظ صحاح وهي... فسيراني في اليقظة، ...فقد رأى الحق، ...فقد رأني في اليقظة،...لكأنما رآني في اليقظة
“Bahwa hadis-hadis tentang penglihatan terdiri dari empat ungkapan yang sahih, yaitu:...Maka dia akan melihatku dalam keadaan terjaga’,…’Maka dia telah melihat kebenaran.’…’Maka dia telah melihatku dalam keadaan terjaga.’…’Seakan-akan dia melihatku dalam keadaan terjaga.’.”
Dari beberapa riwayat tersebut ulama’ terbagi menjadi dua kubu dalam menyorot keshahihan bertemu nabi melalui mimpi ataupun langsung. Kubu pertama memiliki pandangan bahwa bertemu nabi bisa saja terjadi, meskipun nabi telah wafat sekian abad lamanya. Ini sebagaimana yang diusung Hujjat al-Islam al-Ghazali, Ibnu al-Arabi al-Makki, ‘Izz ad-Din bin Abd as-Salam, Jalal ad-Din as-Suyuthi, al-Imam Abd al-Qadir al-Jilani, al-Imam Ibn Abi Jamrah, al-Imam Ibn Hajar al-Haitami dan lain-lain. Sementara, dari kubu pembanding diusung oleh al-Imam Ibn ‘Abd al-Bar, al-Hafidz as-Sakhawi, al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Syams ad-Din ad-Dzahabi dan lain-lain. (Abd al-Fattah Qudais, Rukyat an-Nabi, [Shan’a, Markaz al-Khairat])
Kendati demikian, bertemu nabi baik melalui mimpi ataupun dibawah alam sadar (yaqadzah) merupakan hal yang sangat sakeral, tidak sembarang orang dan tidak setiap momen akan mengalaminya.
Syaikh Ibnu Hajar al-Haitami dalam fatwanya memaparkannya demikian:
ومراده بعموم ذلك وقوع رؤية اليقظة الموعود بها لمن رآه في النوم ولو مرة واحدة تحقيقا لوعده الشريف الذي لا يخلف وأكثر ما يقع ذلك للعامة قبل الموت عند الاحتضار فلا تخرج روحه من جسده حتى يراه وفاء بوعده وأما غيرهم فيحصل لهم ذلك قبل ذلك بقلة أو بكثرة بحسب تأهلهم وتعلقهم واتباعهم للسنة إذ الإخلال بها مانع كبير
“Maksud dari hadits tentang mimpi bertemu Nabi di atas secara umum adalah mungkin terjadi melihat Nabi dalam keadaan terjaga yang dijanjikan bagi orang yang melihat Nabi dalam mimpi, meski hanya sekali. Hal ini sebagai wujud pembenaran terhadapa janji mulia Nabi Muhammad yang tidak akan diingkari. Bagi orang awam, bertemu Nabi Muhammad dalam keadaan terjaga seringkali terjadi saat sebelum kematiannya, tepatnya saat sedang sekarat. Maka ruhnya tidak akan keluar dari jasadnya sampai dia melihat Nabi Muhammad sebagai bukti janji Nabi yang ditepati. Sedangkan bagi selain orang awam, bertemu Nabi dalam keadaan terjaga bisa terjadi sebelum kematian dan sekaratnya, baik dalam jeda waktu yang sedikit ataupun lama, dengan mempertimbangkan kedekatan, ketergantungannya pada Nabi dan ketekunannya mengikuti sunnah Nabi, sebab tidak mengikuti sunnah Nabi adalah penghalang utama (untuk bertemu Nabi)” (Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami, Fatawa al-Haditsiyah, [Dar al-Fikr], I/202)
KH. Abdul Wahid Zuhdi pernah berkata: “Orang yang mengaku melihat Rasulullah ﷺ secara terjaga (bukan lewat mimpi) kemungkinannya cuma dua; Yaitu dia orang yang sangat mulia jika pengakuannya benar atau dia orang yang hina atau rendah jika dia berdusta dengan pengakuannya.” (Reportase K. Nur Hidayat Muhammad, rtsSeondoprthe 3t:1hi42b1tm3euc4g22811g4500025i12Dm3a em810)
Kemudian, untuk memverifikasi kevalidan klaim bertemu nabi yang didaku oleh beberapa kalangan, maka menurut al-Imam as-Suyuthi dapat diketahui melalui indikasi-indikasi kejujuran pelakunya. (Abd ar-Rahman Ibn Abi Bakr as-Suyuthi, Ta’yid al-Haqiqat al-’Aliyah, [al-Mathba’ah al-Islamiyah], hlm.88)
Selain itu, Syaikh Abd al-Wahhab as-Sya’rani menambahkan cara yang pernah dilakukan Syaikh Ali al-Marshafi dalam menguji kebenaran seseorang yang mengklaim pernah bertemu nabi. Cara tersebut dengan mencecar pertanyaan kepada pelaku untuk menyebutkan sebagian kedudukan eksklusif (maqam khusus) yang hanya dimiliki seorang hamba yang dapat berinteraksi secara langsung dengan rasul setelah kewafatannya. Maqam Khusus tersebut berjumlah 247.000, dan hanya diketahui oleh yang mencapai derajat tersebut. (Abd al-Wahhab as-Sya’rani, Lawaqih al-Anwar al-Qudsiyah , hlm. 94)
Dengan demikian, maka meskipun klaim bertemu nabi baik melalui mimpi atau secara sadar dapat dibenarkan menurut banyak ulama’. Namun tidak lantas semua orang dapat dipercaya atas klaim mereka yang mendakwakan bertemu nabi. Apalagi klaim tersebut dari mereka yang akhlak dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ.
Meminjam bahasa yang dipakai oleh Intelektual Muslim modern untuk menolak klaim di atas:“Memang berhusnuddzan terhadap orang mukmin itu diperintah oleh syara’. Tetapi tidak lantas semerta-merta membenarkan setiap klaim yang dilontarkan oleh para pembawa hoaks.” (Taufiq bin Umar bin Ali, Busyra al-Qulub al-Yaqidzah, hlm. 95)
Komentar
Terima kasih stadz tambah ilmu lagi nih.... Sering² buat artikel² kek gini stadz. Buat contekan ngisi di musholla assoghir!
Saya ada tadz cerita temen, sukanya itu ndobol (bohong dalam bahasa jawa kasar) katanya pernah bertemu nabi bahkan sering.
Banyak temen² yang gak percaya, kenapa pada gak percaya.. Saya juga sering dulu liat nabi, malahan sedang main bola di LIVERPOOL FC, ya kan pada sering nonton juga kan?!
Penggemar club berjuluk THE RED pasti tau siapa nabi yang saya maksud!
Tambahkan Komentar Baru