Bolehkah Membawa Pulang Jamaah Haji yang Wafat di Tanah Suci?

Bolehkah Membawa Pulang Jamaah Haji yang Wafat di Tanah Suci?

 

Pada saat momen pelaksanaan haji, banyak kaum muslimin dari seluruh penjuru dunia melaksanakan ibadah haji di Baitullah. Jumlahnya sampai mencapai jutaan kaum muslimin. Sebagian dari mereka tak sedikit yang meninggal saat melaksanakan ibadah haji di Baitullah atau saat berkunjung ke Masjid Nabawi di Madinah.

Meninggal di tanah suci, Mekkah atau Madinah, terutama saat melaksanakan ibadah haji, termasuk sebuah keutamaan dan kehormatan. Bahkan keutamaan dan pahala meninggal di tanah haram adalah masuk surga tanpa hisab.

Hal ini sebagaimana terdapat dalam sebuah hadits yang disebutkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin;

"وقال صلى الله عليه وسلم ‌من ‌خرج ‌من ‌بيته ‌حاجاً ‌أو ‌معتمراً ‌فمات أجري له أجر الحاج المعتمر إلى يوم القيامة ومن مات في أحد الحرمين لم يعرض ولم يحاسب وقيل له ادخل الجنة"[1]

Kasus meninggalnya orang yang sedang beribadah haji di Makkah terjadi setiap tahunnya. Bagi jemaah haji yang meninggal dunia di Makkah, tidak diperbolehkan membawa jenazah pulang kekampung halamannya.

Alasan orang meninggal dunia saat melaksanakan haji tidak boleh dibawa pulang karena pemerintah Arab Saudi mengkhawatirkan waktu dan jarak yang ditempuh. Pasalnya, jika seseorang meninggal dunia terlalu lama dan tidak segera dimakamkan, dikhawatirkan dapat merusak kondisi jenazah.[2]

            Namun bagaimana pandangan fiqih apabila jenazah dibawa pulang kekampung halamannya?

Sebenarnya, hal ini sudah disinggung oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya al-Majmu’ Syarah Al- Muhadzdzab sebagai berikut;

المجموع شرح المهذب» (5/ 303 ط المنيرية):

 فِي نَقْلِ الْمَيِّتِ مِنْ بَلَدٍ إلَى بَلَدٍ قَبْلَ دَفْنِهِ قَالَ صَاحِبُ الْحَاوِي قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى لَا أُحِبُّهُ إلَّا أَنْ يَكُونَ بِقُرْبِ مَكَّةَ أَوْ الْمَدِينَةِ أَوْ بَيْتِ الْمَقْدِسِ فَيُخْتَارُ أَنْ يُنْقَلَ إلَيْهَا لِفَضْلِ الدَّفْنِ فِيهَا وَقَالَ الْبَغَوِيّ وَالشَّيْخُ أَبُو نَصْرٍ الْبَنْدَنِيجِيُّ مِنْ الْعِرَاقِيِّينَ يُكْرَهُ نَقْلُهُ وَقَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ وَالدَّارِمِيُّ وَالْمُتَوَلِّي يَحْرُمُ نَقْلُهُ قَالَ الْقَاضِي حُسَيْنٌ وَالْمُتَوَلِّي وَلَوْ أَوْصَى بِنَقْلِهِ لَمْ تُنَفَّذْ وَصِيَّتُهُ وَهَذَا هُوَ الْأَصَحُّ لِأَنَّ الشَّرْعَ أَمَرَ بِتَعْجِيلِ دَفْنِهِ وَفِي نَقْلِهِ تَأْخِيرُهُ وَفِيهِ أَيْضًا انتها كه مِنْ وُجُوهٍ وَتَعَرُّضُهُ لِلتَّغَيُّرِ وَغَيْرِ ذَلِكَ وَقَدْ صَحَّ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ " كُنَّا حَمَلْنَا الْقَتْلَى يَوْمَ أُحُدٍ لِنَدْفِنَهُمْ فَجَاءَ مُنَادِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يأمركم أن تدفنوا القتلى في مضاجعهم فرددناهم " رواه أبو داود والترمذي والنسأني بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ قَالَ التِّرْمِذِيُّ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ

Memindah jenazah dari satu daerah kedaerah yang lain sebelum jenazah tersebut dikuburkan, ada beberapa pendapat:

  • Imam al-Mawardi menuqil perkataannya Imam As-Syafi’i: “Aku tidak senang dengan adanya pemindahan jenazah kecuali jika dipindah menuju tempat daerah yang sangat mulia semisal sekitar Makkah, atau Madinah atau Bait-Al-Maqdis.(karena adanya keutamaan)
  • ’Imam Al-Baghawi dan Imam Abu Nasr Al-Bandaji (golongan Ulama’ ‘Iraq) berpendapat bahwa pemindahan jenazah hukumnya makruh.
  • Al-Qodli Husain, Ad-Darimi dan Imam Al-Mutawalli berpendapat bahwa hukumnya Haram. Bahkan menurut Al-Qodli Husain dan Imam Al-Mutawalli “Apabila ada seseorang berwasiat supaya nanti jenazahnya dipindah ke tempat lain maka, wasiat tidak usah dilaksanakan.”

Pendapat yang ke-3 merupakan pendapat yang ashoh sebab melihat tujuan Syari’at yakni mempercepat penguburan jenazah, sedangkan memindah itu keterbalikan dengan tujuan Syaria’t (memperlambat) dan dengan memindah memungkinkan adanya pengrusakan terhadap jenazah.[3]

  • Boleh memindah jenazah berdasarkan hadits berikut ini:

 

وَقَدْ صَحَّ عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ " كُنَّا حَمَلْنَا الْقَتْلَى يَوْمَ أُحُدٍ لِنَدْفِنَهُمْ فَجَاءَ مُنَادِي النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يأمركم أن تدفنوا القتلى في مضاجعهم فرددناهم " رواه أبو داود والترمذي والنسأني بِأَسَانِيدَ صَحِيحَةٍ قَالَ التِّرْمِذِيُّ حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ»

‘’Disampaikan oleh Jabir RA, bahwa dimasa perang Uhud kami pasukan muslim sebagai pengurus korban perang ingin memakamkan pasukan yang telah gugur, lalu  datang juru bicara Nabi yang membawa pesan, bahwa Nabi telah menurunkan perintah agar yang menjadi korban dalam perang Uhud  dibawa ke-tempat dia beristiahat, lalu kami melakukan perintah tersbut dan membawa korban perang pulang.HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa’I dengan sanad Shohih, dan Imam At-Tirmidzi berkata bahwa Hadist tersebut Hasan Shohih.

  • Pendapat yang terakhir adalah pendapatnya imam as-subki yang mengomentari ibaroh haram memindah jenazah dan menurut qil, bahwa ibaroh ini sebaiknya disimpulkan sebagai berikut:
  • Jika memang pemindahan jenazah mengharuskan ada perubahan pada mayit maka haram. Meski pada tiga tempat yang dimulyakan
  • Jika tidak mengharuskan ada perubahan pada jenazah maka makruh kecuali pada 3 tempat

 

KESIMPULAN:

            Dengan adanya penjelasan yang telah terpaparkan seperti diatas, maka kami dapat menyimpulkan bahwa, Hukum memindah jenazah yang meninggal saat Haji untuk dibawa kerumahnya Hukumnya Khilaf,

  • Pendapat yang Ashoh Tidak memperbolehkan Hal tersebut sebab Sudah tidak sesuai dengan Tujuan Syari’at, dan berhubungan dengan adanya Aturan dari pemerintah menjadikan pendapat Ini lebih Kuat. (sebab Ta’at pemerintah terhadap perkara Sholih itu hukumnya wajib)[4]
  • pendapat yang kedua mengatakan makruh, kecuali memang dipindah dikota Makkah, Madinah, Bait- Al-Maqdis.
  • Pendapat ketiga boleh, dengan catatan pemindahan pada 3 kota yang disebutkan dan meninggal ditempat yang dekat dengan kota-kota tersebut.

Sekian, dan semoga bermanfaat.

(Ust. Nuzulul Huda - Anggota LBI PP. Fadllul Wahid) 

[1] Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghozali Al-Tusy Ihya’ Ulum Ad-Din (Dar Al-Ma’rifat) Juz 1, Hal 240

[3] Abu Zakariya Muhyi Ad-Din bin Syarof An-Nawawi Majmu’ Syarah Muhadzab Juz 5 hal 303 cet Idaroh Muniroh

[4] Alfatawi Al-Fiqhiyah Al-Kubro Juz 1 Hal 278

Bagikan :

Tambahkan Komentar Baru

 Komentar Anda berhasil dikirim. Terima kasih!   segarkan
Kesalahan: Silakan coba lagi