Berdiri Saat Mahallul Qiyam, Sunnah atau Tidak?
Bulan Rabiul Awwal adalah bulan yang sangat istimewa. Karena di bulan itulah, Sang Utusan Terakhir lahir. Maka, di bulan kelahiran Nabi Muhammad itu, lumrahnya umat Islam membacakan kisah riwayat hidup beliau yang terkumpul dalam sebuah kitab khusus.
Kitab-kitab yang berisi kisah hidup Nabi Muhammad itu lazimnya disebut dengan Maulid. Dalam kebiasaan masyarakat kita, ada banyak Maulid yang dibaca di majelis dzikir dan shalawat: dari Maulid ad-Diba’i, al-Barzanji, Simtuddurar, dan lain sebagainya.
Memasuki bulan Rabiul Awal, kebanyakan masyarakat Indonesia mulai memenuhi masjid-masjid, membuat majelis Maulid dan salawat. Dan di setiap Maulid, ada satu bagian yang menerangkan saat kelahiran Nabi. Saat bagian itu dibaca, maka orang-orang akan bergegas berdiri, sebagai wujud syukur dan kebahagiaan kelahiran beliau.
Hal itu telah menjadi tradisi yang turun temurun dilakukan oleh semua lapisan masyarakat setiap kali Maulidan. Tua, muda, ulama maupun kalangan awam melakukannya. Maka, dari sini timbul pertanyaan: apa hukum berdiri saat Mahallul Qiyam?
Dalam kitab Haula al-Ihtifal bi Dzikri Maulid an-Nabi as-Syarif dikatakan, bahwa tindakan orang-orang yang berdiri saat Mahallul Qiyam bukanlah kewajiban maupun kesunnahan, juga bukan ibadah. Melainkan hanya sebuah kebiasaan yang dilakukan untuk mengekspresikan sebuah kebahagiaan.
Kendati demikian, kebiasaan tersebut adalah kebiasaan yang sangat baik untuk diikuti. Dengan kata lain, meski dianggap tidak bernilai ibadah, tindakan tersebut sangat dianjurkan. Sebab, yang demikian itu juga dilakukan oleh alim ulama yang pantas diikuti. Dengan berdiri, seseorang berarti menunjukkan rasa kebahagiaannya dengan kelahiran Nabi. Dengan berdiri, maka ia dianggap menghormati dan mengagungkan Nabi.
Bahkan, ada sebuah cerita yang mengisahkan seseorang yang mengalami nasib tragis gegara menistakan dan membenci acara-acara Maulid Nabi.
Alkisah, suatu malam ia bermimpi menghadiri pembacaan Maulid Nabi bersama orang-orang. Lalu saat Mahallul Qiyam dibacakan, orang-orang berdiri menyambut Rasulullah Saw. yang datang. Semua berdiri dan bersalaman dengan Rasulullah, kecuali pria itu yang tak mampu bangkit dari duduknya.
Rasulullah pun mendekatinya seraya berkata padanya; “Kamu tidak akan bisa bangkit!”
Ia tersentak karena kaget, kemudian terbangun. Ia pun begitu terkejut karena ia bangun dalam keadaan lumpuh, tak kuat berdiri. Kelumpuhannya itu berlangsung selama satu tahun penuh.
Akhirnya ia bernazar, jika sembuh dari sakitnya, maka ia akan mengagungkan dan hadir di acara Maulid. Maka Allah pun menyembuhkannya, dan ia pun memenuhi nazarnya. Pria itu akhirnya selalu hadir di peringatan Maulid Nabi, dan rajin membaca salawat.
Referensi:
1. Haula al-Ihtifal bi Dzikri Maulid an-Nabi as-Syarif (hlm. 41-42)
2. I’anah ath-Thalibin (vol. 3 hlm. 414)
3. Al-Hadi at-Tam fi Mawaridi Maulid an-Nabi wama I’tida fihi min az-Zaman (hlm. 50-51)
Tambahkan Komentar Baru