5 Cara Ampuh Agar Tidak Sombong
Sifat tercela juga banyak macamnya, mulai dari ingin dipuji orang lain, meremehkan, merasa hebat, sombong dan lainnya. Hanya saja penulis akan menulis tips-tips agar manusia bisa terhindar dari sifat tersebut. Sebab, sifat sombong bukanlah sifat yang layak dimilik oleh manusia, bahkan Allah swt, sangat membenci orang-orang yang bersifat sombong karena sifat sombong merupakan sifat tuhan yang tidak boleh ada dalam diri makhluk-Nya. Syekh az-Zarnuji dalam kitab Ta’lim al-Muta’allim mengatakan dengan bentuk sya’ir:
والكبرياء لربنا صفة به # مخصوصة فتجنبنها والتقي
Harus diakui, sebagai manusia dengan segala kekurangannya memang sangat sulit untuk bisa menahan dirinya dari setiap sifat-sifat tercela, bahkan hal itu hanya bisa dilakukan oleh orang-orang tertentu yang hatinya sudah lupa akan manusia dan fokus beribadah pada Dzat Yang Mahakuasa. Manusia biasa terkadang masih terngiang dalam benaknya bisikan-bisikan setan yang selalu mengajak pada tindakan-tindakan untuk merendahkan orang lain, dan menganggap dirinya sebagai semesta yang mempunyai nilai kebaikan berlipat ganda.
Oleh karena itu, sebagai manusia yang semuanya tidak bisa lepas dari salah dan dosa tidak boleh sombong kepada orang lain; baik kepada anak kecil, orang dewasa, orang berilmu, orang bodoh, bahkan juga tidak boleh sombong kepada orang kafir. Adakah tips-tips untuk menghindari sifat tercela itu? Simak penjelasannya.
Sombong merupakan sebuah entitas antara diri sendiri dan orang lain, secara praktis, tips-tips yang ditawarkan Imam Al-Ghazali adalah sebagai berikut:
Pertama, cara tidak sombong ketika melihat anak kecil.
هذا لم يعص الله وأنا عصيته، فلا شك أنه خير مني
Kedua, cara tidak sombong ketika melihat orang dewasa (yang lebih tua darinya).
هذا قد عبد الله قبلى، فلا شك أنه خير مني
“Orang ini telah beribadah kepada Allah swt. sebelum aku beribadah kepada-Nya, maka tidak perlu diragukan bahwa ia lebih mulia dariku.”
Ketiga, cara tidak sombong ketika melihat orang berilmu (alim).
هذا قد أعطى ما لم أعط، وبلغ ما لم أبلغ، وعلم ما جهلت؛ فكيف أكون مثله؟
“Orang ini telah diberikan ilmu yang tidak diberikan kepadaku, ia sudah sampai (pada sebuah derajad) yang saya belum sampai, dan ia tahu apa yang tidak saya ketahui, maka bagaimana mungkin aku bisa sama dengannya?”
Keempat, cara tidak sombong ketika melihat orang bodoh.
هذا قد عصى الله بجهل، وأنا عصيته بعلم؛ فحجة الله على آكد، وما أدري بم يختم لي وبم يختم له
“Orang ini telah bermaksiat kepada Allah sebab kebodohannya, sedangkan aku bermaksiat dengan pengetahuanku, tentu tuntutan Allah lebih besar kepadaku, juga tidak diketahui bagaimana akhir hayatnya dan bagaimana akhir hayatku.”
Kelima, cara tidak sombong ketika melihat orang kafir.
لا أدري، عسى أن يسلم ويختم له بخير العمل، وينسل بإسلامه من الذنوب، وأما أنا فعسى أن يضلني الله فأكفر فيختم لي بشر العمل؛ فيكون غدا هو من المقربين، وأنا أكون من المبعدين
“Aku tidak tahu, bisa saja Allah (memberikan hidayah) akhirnya ia masuk Islam, dengan Islamnya dosa-dosa akan hilang. Sedangkan aku, bisa saja Allah membuatku tersesat, akhirnya menjadi kafir, kemudian pekerjaanku dicatat sebagai paling jeleknya pekerjaan, maka kelak (di akhirat) ia akan bersama dengan orang-orang istimewa, dan aku akan bersama dengan orang-orang yang hina (jauh dari Allah swt).” (Imam al-Ghazali, Bidayah al-Hidayah, [Bairut: Dar al-Fikr 1998], juz 1, hlm 18).
Dari lima kiat di atas begitu tampak, Imam Al-Ghazali berusaha memberikan cara menutup peluang timbulnya sifat sombong dengan menunjukkan berbagai perbandingan-perbandingan dengan orang lain.
Seolah Imam Al-Ghazali ingin mengatakan bahwa sepatutnya seorang hamba menghabiskan waktunya untuk intropeksi (muhasabah) kepada diri sendiri daripada sibuk menghakimi kualitas orang lain. Sebab, yang patut menjadi hakim sejati hanyalah Allah swt. dan keputusan final yang hakiki hanya ada di akhirat, bukan di dunia.
Kontributor: Ust. Alfa Faizun Nuha
Tambahkan Komentar Baru